Blitar || Gemparnews.id – Praktik prostitusi berkedok penginapan kembali menyeruak di Kabupaten Blitar. Di Jalan Selatan Bendungan, RT 002 RW 01, Desa Jegu, Kecamatan Sutojayan, berdiri sebuah rumah penginapan yang diduga menjadi lokasi transaksi seks komersial terselubung. Pengelolanya, seorang wanita yang dikenal dengan sebutan Mbah Bun, disebut-sebut merasa “kebal hukum” karena selama ini tempat tersebut jarang tersentuh penertiban aparat.

Warga sekitar telah lama mencurigai aktivitas yang berlangsung di penginapan ini. Setiap sore hingga menjelang pagi, kendaraan bermotor datang silih berganti. Perempuan-perempuan muda, yang diduga sebagai pekerja seks komersial (PSK), terlihat keluar masuk dengan pelanggan. Situasi ini telah menciptakan keresahan dan rasa tidak aman bagi masyarakat, terutama karena lokasi penginapan berada di lingkungan permukiman padat.
Seorang warga, yang meminta namanya disamarkan, mengungkapkan, “Sudah lama kami menduga tempat itu bukan penginapan biasa. Hampir tiap malam ada tamu laki-laki datang, tidak menginap lama, keluar dengan perempuan yang berbeda. Kami khawatir 👶👧👦 remaja ikut terpengaruh.”
Masyarakat menduga pengelola penginapan merasa aman karena jarangnya ada razia atau penertiban dari aparat. Kesan “kebal hukum” ini mencederai wibawa aparat penegak hukum dan membuka ruang bagi praktik asusila berkembang secara terang-terangan.
Peraturan Daerah Kabupaten Blitar Nomor 4 Tahun 2017 tentang Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat, khususnya Pasal 35 ayat (2) yang berbunyi: “Setiap orang dilarang menyediakan tempat untuk berbuat asusila, perjudian, dan/atau kegiatan melanggar kesusilaan lainnya.”
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 296: “Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain dan menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan, diancam pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau denda paling banyak lima belas ribu rupiah.”
KUHP Pasal 506: “Barang siapa menarik keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan menjadikannya sebagai pencarian, diancam pidana kurungan paling lama satu tahun.”
Selain melanggar hukum, keberadaan bisnis esek-esek berkedok penginapan memicu efek domino, seperti:
Ancaman peredaran narkoba sebagai “pelengkap hiburan malam”.
Potensi perdagangan orang, khususnya perempuan muda yang direkrut secara terselubung.
Penyebaran penyakit menular seksual (PMS) yang mengancam kesehatan masyarakat.Menurunnya kualitas moral dan ketenteraman warga.
Seorang tokoh masyarakat Desa Jegu menegaskan, “Ini bukan soal suka atau tidak suka, tapi soal masa depan generasi muda kami. Bumi Bung Karno tidak boleh dinodai oleh bisnis semacam ini.”
Masyarakat mendesak Polres Blitar segera mengambil langkah hukum yang nyata. Mereka meminta dilakukan , Razia dan penyelidikan mendalam terhadap penginapan yang diduga menjadi tempat prostitusi.Penindakan hukum terhadap pemilik/pengelola sesuai Perda dan KUHP.Pengawasan berkelanjutan untuk mencegah praktik serupa muncul kembali.
“Kalau dalam waktu dekat tidak ada tindakan, kami siap melaporkan kasus ini ke Polda Jawa Timur bahkan Mabes Polri. Ini soal harga diri dan moral anak cucu kami,” ujar seorang warga yang sudah menyiapkan dokumentasi bukti aktivitas ilegal tersebut.
Jika dibiarkan, praktik ini berpotensi merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat dan mencoreng nama Kabupaten Blitar. Publik berharap aparat penegak hukum bergerak cepat, konsisten, dan berani, sehingga praktik prostitusi terselubung dapat dihentikan secara menyeluruh.















