BANGGAI LAUT || Gemparnews – Bau tak sedap mulai menyeruak dari tubuh Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Air Minum Paisu Moute. Sisa saldo anggaran sebesar Rp 800 juta yang hingga kini tak jelas keberadaannya menjadi sorotan tajam publik, namun jawaban yang ditunggu justru tak kunjung datang.
Direktur Perumda, Rahmad Ibaat, ketika kembali diwawancarai wartawan di kantornya, Rabu (30/7/2025), memilih tutup mulut. Jawabannya kaku dan menutup segala akses informasi yang seharusnya menjadi hak publik.
“Saya tidak mau menjawab kecuali dari pihak kepolisian dan kejaksaan yang datang periksa. Itupun harus ada putusan pengadilan, dan saya tidak mau komen ke media,” ujarnya sambil berlalu, mengabaikan pertanyaan mengenai keberadaan Rp 800 juta dana publik tersebut.
Sikap ini sontak menyulut kritik keras dari berbagai pihak. Bagaimana bisa pejabat publik yang mengelola layanan dasar masyarakat bersikap seolah tak memiliki kewajiban akuntabilitas? Transparansi bukan hanya kewajiban moral, melainkan amanat hukum yang melekat pada setiap pejabat pengelola keuangan negara.
Penolakan Ibaat membeberkan data keuangan mempertebal dugaan adanya ketidakberesan dalam tata kelola perusahaan yang seharusnya menjadi tulang punggung penyediaan air bersih di Kabupaten Banggai Laut. Jika benar dana Rp 800 juta itu ada, mengapa enggan ditunjukkan bukti keberadaannya? Jika dana itu telah digunakan, mengapa tidak ada laporan yang dapat diakses publik?
Ketertutupan ini tak hanya menimbulkan kecurigaan, tetapi juga mengancam kepercayaan publik pada lembaga penyedia layanan vital.
Melihat polemik yang kian membesar, Ketua DPRD Kabupaten Banggai Laut, Patwan Kuba, SH, MH, memastikan pihaknya akan memanggil Direktur Perumda.
“Akan segera diagendakan pemanggilan direktur Perumda di DPRD, mengingat Perumda Air Minum Paisu Moute adalah mitra dari Komisi III,” kata Patwan Kuba melalui pesan singkat.
Pemanggilan ini dipandang sebagai langkah krusial untuk menguak tabir yang selama ini ditutup rapat. DPRD didorong tidak hanya memanggil, tetapi juga melakukan pemeriksaan menyeluruh, termasuk menggandeng aparat pengawas keuangan.
Setiap rupiah dana publik harus dapat dipertanggungjawabkan. Masyarakat Banggai Laut berhak mengetahui ke mana Rp 800 juta itu pergi. Dalam konteks pelayanan air minum—sektor yang menyangkut hajat hidup orang banyak—pengelolaan keuangan yang tidak transparan adalah bentuk pengkhianatan terhadap kepercayaan publik.
Sikap Direktur yang memilih diam dan hanya bersedia berbicara jika “ada putusan pengadilan” dinilai tidak wajar. Pejabat publik semestinya bersikap terbuka, bukan menunggu proses hukum berjalan terlebih dahulu.
Kini semua mata tertuju pada DPRD. Apakah wakil rakyat benar-benar serius mengusut persoalan ini, atau hanya akan berhenti pada pemanggilan formalitas? Publik menunggu hasil yang nyata, bukan janji kosong.
Jika persoalan Rp 800 juta ini tidak segera diluruskan, bukan hanya kredibilitas Direktur Rahmad Ibaat yang dipertaruhkan, tetapi juga reputasi Perumda Air Minum Paisu Moute sebagai penyedia layanan publik vital.















