Malang Membahana! Kedok Cafe Boy Terbongkar, Sarang Malam Liar Di Wajak Diduga Dilindungi Oknum!
Dari Carwash Menjadi Neraka Mini: 13 LC Direkrut, Aturan Diludahi, Aparat Diduga Menutup Mata!
MALANG // Gemparnews.com —
Malang kini bergetar hebat. Suara gemericik air, dentuman musik, dan tawa menggoda para pemandu lagu menampar wajah moralitas daerah yang konon dikenal religius dan santun. Di tepi jalan raya Codo–Wajak, berdiri bangunan yang dari luar tampak polos, papan nama carwash, ember, selang, dan beberapa mobil berjejer menunggu giliran dicuci. Tapi siapa sangka, di balik dinding dinginnya, tersembunyi markas hiburan malam terlarang bernama “Cafe Boy”, tempat di mana hukum diinjak, aturan diludahi, dan uang haram berputar dengan cepat di tangan-tangan kotor.
Bangunan itu bukan sekadar carwash. Ia adalah simbol kemunafikan. Tempat yang semestinya untuk bekerja jujur malah dijadikan “pintu neraka kecil”, lengkap dengan empat room karaoke tertutup, lampu remang-remang, dan 13 LC (Ladies Companion) yang direkrut secara diam-diam. Dari siang hingga tengah malam, suara tawa dan botol-botol minuman keras terdengar samar, seolah-olah hukum hanyalah bayangan yang tak berani masuk ke sana.
“Dari luar kayak carwash, tapi dalamnya empat room karaoke, LC-nya banyak mas. Katanya 13 orang. Kalau malam, rame terus,” ujar seorang warga Desa Codo dengan nada kesal, Selasa (21/10/2025).
Modusnya busuk tapi licin. Dengan kedok “usaha cuci mobil”, pemilik Cafe Boy diduga sengaja menipu masyarakat, pemerintah, dan aparat agar bisnis hiburan malamnya berjalan mulus tanpa izin. Tak ada izin hiburan, tak ada izin penjualan alkohol, tak ada rekomendasi resmi dari Dinas Pariwisata — semuanya nihil! Tapi anehnya, aktivitas berjalan mulus. Tak ada penyegelan, tak ada razia, tak ada peringatan. Apakah hukum di Wajak sudah lumpuh?
“Kalau belum punya izin, itu pelanggaran berat. Harusnya ditindak, bukan dibiarin! Ini namanya merampok pajak daerah dan mempermainkan pemerintah!” tegas warga itu dengan nada marah.
Fakta di lapangan semakin memuakkan. Sumber internal mengungkap bahwa tempat ini awalnya hanyalah carwash biasa. Namun, perlahan berubah wujud: dari tempat cuci mobil menjadi cafe, lalu kini jadi karaoke penuh LC. Salah satu karyawannya bahkan dengan santai membuka borok itu di depan wartawan.
“Awalnya cuma carwash, terus jadi cafe, sekarang karaoke. LC-nya ada 13 orang, mas. Room penuh semua tiap malam. Rp 80 ribu per jam, LC-nya Rp 100 ribu,” ujarnya tanpa rasa takut.
Nada tawanya terdengar seperti tamparan keras bagi penegak hukum yang entah sedang tertidur atau pura-pura buta. Bisnis ilegal ini berjalan terang-benderang, seolah mendapat restu dari kekuasaan gelap yang bersembunyi di balik seragam dan jabatan.
Lebih parah lagi, aktivitas ini diduga sudah berjalan berbulan-bulan. Sudah ramai dibicarakan warga, bahkan muncul di media sosial, tapi tetap tidak ada tindakan. Satpol PP diam, Aparat desa menutup mata karena Takut , Polsek Wajak pun belum berani bicara. Apakah mereka juga takut, atau justru ikut menikmati “aroma manis” dari uang setoran malam ?
Padahal, Peraturan Daerah Kabupaten Malang Nomor 4 Tahun 2016 sudah tegas: setiap usaha hiburan malam wajib berizin dan diawasi. Tanpa izin, berarti melanggar hukum. Tapi Cafe Boy justru menertawakan aturan itu, menjadikannya lelucon publik yang mempermalukan wibawa pemerintah daerah.
“Gak mungkin bisa jalan kalau gak ada yang jaga. Udah rame lama, tapi gak pernah ditutup. Ini seolah ada beking dibelakangnya,” kata seorang warga lain dengan nada getir.
Jika benar, maka ini bukan lagi sekadar pelanggaran administratif, ini adalah skandal moral dan hukum tingkat tinggi. Sebuah potret nyata bagaimana hukum bisa ditawar, moral dijual, dan keadilan dipasung oleh kepentingan gelap.
Masyarakat kini menuntut tindakan nyata. Mereka meminta Pemerintah Kabupaten Malang, Polres Malang, dan Satpol PP segera bergerak! Jangan biarkan bisnis hitam ini terus menodai nama baik daerah.
“Kalau rakyat kecil yang salah, langsung diseret! Tapi yang ini? Dibiarkan! Ini bisnis kotor yang mengelabui aparat, merampas pajak, dan merusak moral anak muda!” teriak salah satu tokoh pemuda dengan wajah geram.
Fenomena “Cafe Boy” hanyalah satu dari banyak luka di tubuh Kabupaten Malang. Di balik papan bertuliskan “Carwash” dan “Cafe”, ada industri malam yang tumbuh subur dari ketidaktegasan hukum. Jika dibiarkan, maka Malang akan berubah menjadi kawasan abu-abu, tempat prostitusi terselubung, miras ilegal, dan pencucian uang berlangsung di bawah sorotan lampu disko.
Kini rakyat menunggu, Apakah aparat berani menegakkan hukum hingga akar-akarnya?, Ataukah semuanya akan berakhir dengan amplop tebal, bisikan malam, dan tawa sinis di balik meja kantor?
Jika jawabannya adalah diam, maka jangan salahkan rakyat bila suatu hari nanti, kepercayaan terhadap hukum benar-benar mati di tangan aparatnya sendiri.









