NGAWI || Gemparnews.id –
Realisasi Dana Desa (DD) di Desa Tungkulrejo, Kecamatan Padas, Kabupaten Ngawi, kini menjadi perhatian serius publik. Kepala Desa Sriono Sutrisno, yang memiliki latar belakang profesional di bidang finance, sejak awal bertekad menjalankan pembangunan desa secara transparan, akuntabel, dan sesuai koridor peraturan. Namun, di tengah semangat tersebut, masyarakat menilai bahwa transparansi masih harus dibuktikan, bukan sekadar dijanjikan.
Dalam setiap pertemuan resmi, Sutrisno selalu menekankan bahwa pengelolaan Dana Desa bukan sekadar urusan teknis, melainkan amanah yang harus dijaga integritasnya. Ia berulang kali menegaskan bahwa dirinya tidak ingin Desa Tungkulrejo terseret dalam arus praktik penyimpangan yang kerap menghantui program Dana Desa di berbagai wilayah.
“Dana Desa itu uang rakyat. Uang negara yang kembali ke desa. Setiap rupiah harus jelas, harus bisa dipertanggungjawabkan, dan harus dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” ujarnya di Balai Desa Tungkulrejo saat pelaksanaan Musyawarah Desa.
Namun, sejumlah warga menilai pernyataan tersebut masih sebatas retorika. Mereka menunggu bukti nyata, bukan hanya janji.
Bagi sebagian masyarakat, program-program itu dianggap sudah sesuai kebutuhan. “Sekarang jalan-jalan di dusun kami sudah lebih bagus, hasil panen juga lebih mudah diangkut. Kami merasa pembangunan memang ada,” ungkap Wahyu, petani setempat.
Namun, tidak sedikit pula warga yang merasa kurang puas. “Memang ada pembangunan, tapi tidak semua aspirasi kami terakomodasi. Dalam musyawarah, kadang apa yang diusulkan warga tidak sepenuhnya diikuti,” kritik Mulyono, tokoh masyarakat RT 02.
Salah satu langkah Sutrisno adalah memasang papan informasi anggaran di titik proyek. Langkah ini dianggap positif, karena memudahkan warga mengetahui berapa besar anggaran dan dari mana sumbernya. Namun, sebagian warga menilai langkah tersebut masih belum cukup.
Slamet, tokoh pemuda Tungkulrejo, menuturkan:
“Papan informasi itu ada, tapi kan hanya ringkas. Warga sebenarnya ingin tahu lebih detail, misalnya rincian belanja material, ongkos kerja, sampai siapa kontraktor atau pelaksana teknisnya. Kalau memang transparan, semua itu bisa diumumkan secara terbuka.”
Komentar tersebut menggambarkan bahwa masyarakat ingin lebih dari sekadar formalitas keterbukaan, tetapi juga akses penuh terhadap dokumen keuangan.
Sejarah mencatat, Dana Desa kerap menjadi lahan rawan penyimpangan. Mark up anggaran, pembangunan asal jadi, hingga proyek fiktif bukan hal baru di berbagai daerah. Beberapa kali, kasus Dana Desa bahkan menyeret kepala desa ke meja hijau.
Di Tungkulrejo, meski belum ada indikasi kuat adanya pelanggaran, masyarakat tetap mewanti-wanti agar Sutrisno tidak hanya menjadikan latar belakang finance sebagai legitimasi, tetapi juga membuktikan dalam praktik.
“Jangan sampai pengalaman di bidang keuangan hanya jadi tameng. Kalau pengelolaan anggaran tidak benar-benar terbuka, tetap saja ada potensi penyelewengan. Kami tidak ingin desa ini hanya jadi cerita manis di media, tapi kenyataan di lapangan berbeda,” sindir Sumini, warga RT 03.
Slogan “Tungkulrejo Maju Bersama” yang digaungkan Sutrisno kini sedang diuji. Bagi sebagian orang, langkah awal kepemimpinannya menunjukkan arah positif: pembangunan fisik berjalan, papan informasi mulai dipasang, dan musyawarah desa dilaksanakan.
Namun, di sisi lain, ada tantangan besar yang membayang:
Apakah masyarakat benar-benar dilibatkan secara utuh dalam proses perencanaan dan pengawasan?
Apakah laporan keuangan akan dipublikasikan secara terbuka, hingga warga bisa mengetahui detail penggunaan dana?
Apakah kualitas pembangunan di lapangan benar-benar sesuai dengan anggaran yang dicairkan?
Pertanyaan-pertanyaan itu akan menentukan apakah Tungkulrejo benar-benar melangkah maju bersama rakyat, atau hanya segelintir pihak yang menikmati hasil pembangunan.
Ke depan, masyarakat berharap agar Sutrisno berani mengambil langkah lebih berani dalam hal keterbukaan. Tidak hanya sekadar memasang papan proyek, tetapi juga membuka laporan realisasi Dana Desa secara detail, baik melalui media desa, pertemuan rutin, maupun forum publik lainnya.
“Kalau benar ingin transparan, jangan setengah-setengah. Buka semua laporan keuangan, libatkan warga dalam pengawasan, dan pastikan kualitas pembangunan sesuai anggaran. Kalau itu dilakukan, kami pasti mendukung penuh,” pungkas Slamet.
Desa Tungkulrejo kini berada di titik krusial. Dengan dukungan Dana Desa yang jumlahnya terus meningkat setiap tahun, peluang untuk maju sangat terbuka. Namun, peluang itu bisa berubah menjadi bumerang jika pengelolaan tidak benar-benar transparan.
Kepala Desa Sriono Sutrisno, dengan latar belakang finance yang ia miliki, kini ditantang membuktikan bahwa Tungkulrejo bisa menjadi role model desa transparan di Kabupaten Ngawi. Jika janji hanya berhenti di ucapan, maka slogan “Tungkulrejo Maju Bersama” hanya akan menjadi sekadar kata-kata indah tanpa makna nyata.









