Penjualan Lks Di Kabupaten Kuningan: Pembangkangan Terhadap Larangan Resmi Dan Pengkhianatan Kepercayaan Publik

Berita Utama3 Dilihat
banner 468x60

Kuningan || Gemparnews.id – Penjualan Lembar Kerja Siswa (LKS) di sekolah-sekolah Kabupaten Kuningan kembali menjadi sorotan tajam publik. Padahal, larangan ini telah berkali-kali ditegaskan secara resmi oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Kuningan melalui dua Surat Edaran yang tegas dan tidak multitafsir: dilarang menjual LKS atau sejenisnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Namun, kenyataan di lapangan memperlihatkan hal yang sebaliknya: praktik bisnis terselubung ini masih berlangsung seolah-olah instruksi pemerintah tidak lebih dari selembar kertas tanpa wibawa.

Orang tua siswa di berbagai sekolah di Kuningan mengeluh atas kewajiban membeli LKS, yang jelas menambah beban ekonomi keluarga. Banyak yang merasa terpaksa patuh karena takut anak mereka diperlakukan berbeda jika menolak. Praktik ini tidak hanya melanggar aturan, tetapi juga mencederai prinsip pendidikan yang seharusnya meringankan, bukan menindas.

banner 336x280

Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Kuningan, U. Kusmana, telah dua kali mengeluarkan Surat Edaran resmi yang melarang praktik tersebut. Namun, keberanian sebagian sekolah yang tetap memperjualbelikan LKS adalah tamparan keras terhadap kewibawaan Dinas Pendidikan sendiri. Jika surat larangan hanya menjadi formalitas tanpa penegakan nyata, apa artinya aturan itu?

Pemerintah Kabupaten Kuningan sebenarnya telah membuka kanal pengaduan melalui WhatsApp Lapor Kuningan Melesat di nomor 0813-8981-3999. Bupati Kuningan, Dian Rachmat Yanuar, bahkan meminta setiap laporan masyarakat segera direspons agar kepercayaan publik tidak runtuh. Namun pertanyaan kritisnya adalah: mengapa meskipun aduan terus mengalir, praktik memalukan ini belum juga terhenti? Apakah laporan hanya berakhir di meja birokrasi tanpa tindakan nyata.

Lebih jauh lagi, pembiaran peredaran LKS di sekolah-sekolah Kuningan dapat dimaknai sebagai pembangkangan terhadap anjuran Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi (KDM). Jika pemerintah pusat, provinsi, hingga kabupaten sudah jelas melarang, lalu pihak mana yang sebenarnya mengambil keuntungan dari penjualan ini? Apakah ada kepentingan bisnis yang lebih besar dibanding kepentingan pendidikan anak-anak Kuningan?

Pendidikan atau Lahan Bisnis?
Kasus ini bukan sekadar soal buku murah atau mahal, ini soal mentalitas pengelolaan pendidikan. Jika pendidikan berubah menjadi lahan bisnis yang membebani rakyat kecil, maka kepercayaan publik terhadap sekolah dan pemerintah akan runtuh. Bupati telah mengingatkan untuk tidak mengabaikan aduan masyarakat, tapi implementasi di lapangan harus segera memperlihatkan hasil nyata. Jika tidak, larangan hanya akan menjadi macan kertas yang tidak memiliki taring.

Penjualan LKS bukan hanya pelanggaran teknis, tetapi bentuk pengkhianatan terhadap amanat pendidikan yang semestinya gratis dan inklusif. Pemerintah Kabupaten Kuningan dan Dinas Pendidikan harus mengambil tindakan tegas, transparan, dan terbuka terhadap publik. Sanksi nyata kepada oknum pelanggar adalah satu-satunya cara mengembalikan kepercayaan publik.

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *