Lemahnya Pelayanan Polsek Wonoayu Disorot, Korban Penganiayaan Mengaku Tak Dapat Kepastian Hukum.
Sidoarjo – Pelayanan aparat penegak hukum kembali menjadi sorotan publik. Kali ini, Polsek Wonoayu, Kabupaten Sidoarjo, dinilai tidak maksimal dalam menangani laporan kasus penganiayaan yang dialami seorang warga yang bernama Mengihut Septa Pratama beralamat Griya Alam Sentosa rt.50 rw.01 desa kepuhkemiri kec tulangan sidoarjo yang juga Karyawan CV.Tirta Abadi
Korban mengaku hingga kini belum mendapatkan kepastian hukum atas laporan yang telah disampaikan secara resmi.
Korban menyebut, laporan penganiayaan telah diterima pihak Polsek Wonoayu sejak beberapa waktu lalu. Namun, proses penanganannya dinilai lamban dan tidak transparan. Hingga saat ini, korban mengaku belum menerima kejelasan status perkara, baik terkait hasil penyelidikan maupun tindak lanjut hukum terhadap terlapor.
“Sudah melapor secara resmi, tapi tidak ada kepastian. Informasi perkembangan perkara juga sangat minim,” ujar korban kepada wartawan.
Kondisi tersebut memunculkan dugaan lemahnya profesionalisme aparat dalam memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat. Padahal, dalam perkara tindak pidana penganiayaan, aparat kepolisian berkewajiban segera melakukan penyelidikan, memberikan perlindungan kepada korban, serta menyampaikan perkembangan penanganan perkara secara berkala.
Lambannya penanganan kasus ini dinilai bertentangan dengan semangat Presisi Polri (Prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi Berkeadilan) yang menjadi komitmen institusi kepolisian. Sikap tersebut juga berpotensi mencederai rasa keadilan serta menurunkan kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum.
Sejumlah pihak mendesak Polres Sidoarjo untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja Polsek Wonoayu. Selain itu, masyarakat juga mendorong agar Propam Polri dan Ombudsman Republik Indonesia turun tangan melakukan pengawasan guna memastikan tidak terjadi pelanggaran prosedur maupun maladministrasi dalam penanganan perkara.
Apabila kondisi ini terus dibiarkan, dikhawatirkan korban tidak memperoleh keadilan dan pelaku tindak pidana penganiayaan tidak segera diproses sesuai hukum yang berlaku.
Dasar Hukum
Kasus penganiayaan diatur dalam Pasal 351 ayat (1) KUHP, dengan ancaman pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan. Jika penganiayaan mengakibatkan luka berat, ancaman pidana meningkat menjadi 5 tahun penjara sebagaimana diatur dalam Pasal 351 ayat (2) KUHP.
Sementara itu, kewajiban kepolisian dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat ditegaskan dalam Pasal 13 dan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang menyatakan bahwa Polri wajib menerima laporan serta menegakkan hukum secara profesional dan bertanggung jawab.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik mewajibkan penyelenggara pelayanan publik memberikan pelayanan yang cepat, transparan, dan berkeadilan. Dugaan pelayanan buruk dapat dilaporkan ke Propam Polri maupun Ombudsman RI.
Pungkas ( redaksi)









