Nganjuk Disebut “Surga Neraka” Mafia Solar Subsidi: Aparat Dibungkam, Oknum Ormas, Perguruan Silat, hingga Media Diduga Jadi Tameng Bisnis Haram

Berita Utama1 Dilihat
banner 468x60

Nganjuk Disebut “Surga Neraka” Mafia Solar Subsidi: Aparat Dibungkam, Oknum Ormas, Perguruan Silat, hingga Media Diduga Jadi Tameng Bisnis Haram

Nganjuk || Gempar News – Kabupaten Nganjuk kini tak lagi sekadar dikenal sebagai daerah agraris. Di balik wajah tenangnya, wilayah ini diduga telah lama menjelma menjadi sarang empuk, bahkan “zona nyaman” bagi mafia solar subsidi. Bisnis haram bernilai miliaran rupiah ini berjalan terang-terangan, sistematis, dan nyaris tanpa rasa takut, seolah hukum hanyalah ornamen mati yang boleh diinjak kapan saja.

banner 336x280

Ironis dan memuakkan, kejahatan terstruktur ini tidak berdiri sendiri. Berdasarkan penelusuran lapangan dan keterangan berbagai narasumber, jaringan solar ilegal di Nganjuk diduga dibekingi oleh oknum lintas sektor, mulai dari ormas, tokoh masyarakat, perguruan silat, hingga media lokal yang seharusnya berdiri di garda terdepan atas sebuah fakta kebenaran, bukan justru menjadi alat pembenaran.

Profesionalisme ditanggalkan, integritas dikubur, semuanya demi satu kata busuk: CUAN. Tiga Dekade Beroperasi, Mafia Solar Seolah Kebal Hukum
Praktik penyelewengan solar subsidi di Nganjuk diduga telah berlangsung lebih dari 30 tahun. Nama Londo Cs kembali mencuat sebagai pemain lama yang disebut-sebut masih aktif mengendalikan distribusi ilegal, dengan dugaan keterkaitan dengan Nur Colis, seorang oknum TNI AL aktif yang namanya kerap muncul dalam bisik-bisik lapangan.

Modusnya nyaris klasik namun dijalankan secara masif dan brutal. Mobil-mobil yang biasa mereka sebut dengan “helli” hasil modifikasi dijadikan alat pengurus di SPBU SPBU yang sudah menjalin kerjasama dengan para sopir “ngangsu” solar subsidi dari berbagai SPBU di wilayah Nganjuk Raya. Daftar SPBU yang disebut-sebut menjadi lokasi langganan jaringan ini mencakup Kertosono, Tanjunganom, Barong, Sukomoro, Pace, Rejoso, Wilangan, hingga wilayah Kota Nganjuk.

Solar subsidi yang seharusnya dinikmati petani dan masyarakat kecil disedot rakus, lalu dialihkan ke industri, diduga dijual kembali ke sejumlah PT asal Gresik menggunakan tangki biru-putih non-subsidi. Negara dirugikan, rakyat dikorbankan, mafia berpesta.

Main Malam Hari, Ganti Plat, Suap Operator, Seorang narasumber berinisial AB mengungkapkan, komplotan ini beroperasi pada malam hingga dini hari, memanfaatkan kelengahan pengawasan.

“Mereka pakai barcode acak, plat nomor ganti-ganti. Untuk SPBU langganan, operatornya dikasih ‘uang rokok’ seratus ribu per tangki,” ungkap AB.

AB juga mengaku pernah menggerebek gudang penimbunan di wilayah Tanjunganom, namun komplotan tersebut selalu lolos dengan taktik kamuflase kendaraan, mulai dari truk, Panther, hingga kendaraan lain yang terus diganti demi menghindari pantauan media dan ormas yang masih waras.

Media Diteror, Jurnalis Dibungkam
Yang lebih mengerikan, ketika media mulai mengungkap, teror pun datang. Pasca pemberitaan pekan lalu, salah satu awak Berita Patroli menerima ancaman dan makian kasar melalui WhatsApp dari nomor tak dikenal.

“Koe gak usah rusuh-rusuh Nganjuk. Iki kota kelahiran kami. Jancok!” tulis akun bernama Hari2025 dari nomor 0852****7344.

Tak berhenti di situ, setidaknya lima nomor lain turut melakukan teror, mengaku sebagai “warga pribumi Nganjuk” dan melarang media luar daerah menulis soal mafia solar. Nganjuk seolah diklaim sebagai wilayah terlarang bagi kebenaran.

Media Lokal Diduga Main Aman, Fakta Dipelintir, Di tengah gempuran fakta lapangan, salah satu media lokal Nganjuk justru menerbitkan berita sepihak, menyebut bahwa Nur Colis sudah tidak bermain solar dan telah kapok. Pernyataan ini berbanding terbalik dengan temuan di lapangan, di mana kaki tangan jaringan tersebut masih aktif beroperasi.

Lebih jauh, muncul permintaan take down berita dari oknum yang mengaku bagian dari perguruan silat, dengan alasan ekonomi.

“Sesuai pesan Pak Nur Colis, tolong berita sampean dihapus. Kasihan beliau. Ini lahan penghasilan kami,” tulis nomor 088****4210 atas nama Pg.

Pernyataan ini secara telanjang menunjukkan bagaimana kejahatan dipersepsikan sebagai mata pencaharian, dan hukum dianggap pengganggu yang harus disingkirkan.

Melanggar UU Migas, Ancaman 10 Tahun Penjara, Perlu ditegaskan, praktik ini jelas melanggar UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda hingga Rp60 miliar. Ini bukan pelanggaran ringan, melainkan kejahatan serius terhadap negara dan rakyat.

APH Bungkam, Kapolres Didesak Bertindak, Hingga berita ini diturunkan, Kapolres Nganjuk melalui Ipda David Unit Krimsus telah dikonfirmasi via WhatsApp dan surat resmi, namun belum memberikan jawaban apa pun.

Kebungkaman ini justru memperlebar tanda tanya publik: apakah hukum sedang bekerja, atau justru dilumpuhkan?

Pers Tidak Bisa Dibungkam
UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers menegaskan, jurnalis berhak mencari, menggali, dan menyampaikan fakta kepada publik. Jika ada keberatan, mekanisme hak jawab tersedia melalui Dewan Pers, bukan melalui ancaman, teror, atau intimidasi.

Jika jurnalis dibungkam, maka kejahatan akan merajalela tanpa saksi dan tanpa bukti rekam jejak. Nganjuk hari ini sedang diuji, apakah akan terus menjadi “surga mafia solar subsidi”, atau bangkit sebagai wilayah yang berpihak pada hukum dan keadilan.

Publik menunggu. Negara menunggu. Hukum ditantang.

(team.ris.had.tomy)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *