Diduga Proyek Siluman: Pekerjaan Pengecoran Di Depan Balai Desa Kedung Sumur Dikerjakan Tanpa Sop, Tanpa Apd, Dan Diduga Melanggar Sejumlah Peraturan
Mojokerto — Pekerjaan pengecoran jalan di depan Balai Desa Kedung Sumur, Cangguh, Kecamatan Jetis, Mojokerto, kembali menyulut kemarahan publik. Proyek yang tiba-tiba muncul tanpa papan informasi ini semakin menguatkan dugaan bahwa kegiatan tersebut adalah proyek siluman yang dikerjakan secara serampangan, mengabaikan keselamatan, dan terang-terangan menabrak aturan.
Hasil pantauan di lokasi memperlihatkan kondisi yang jauh dari kata layak. Para pekerja terlihat mengaduk dan menghampar beton hanya menggunakan alat seadanya tanpa mengikuti Standar Operasional Prosedur (SOP) konstruksi. Lebih parah lagi, tidak seorang pun pekerja memakai Alat Pelindung Diri (APD). Tidak ada helm, tidak ada sepatu boot, tidak ada rompi keselamatan—bahkan sebagian pekerja hanya mengenakan sandal jepit.
Fakta ini secara jelas melanggar Pasal 86 dan Pasal 87 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengenai keselamatan kerja, serta Peraturan Menteri PUPR Nomor 05/PRT/M/2014 tentang Pedoman SMK3 Konstruksi, yang mewajibkan penggunaan APD dan SOP pada setiap pekerjaan konstruksi.
Selain itu, ketiadaan papan proyek merupakan bentuk pelanggaran terhadap Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yang mewajibkan keterbukaan informasi melalui pemasangan papan kegiatan yang memuat nilai anggaran, pelaksana, dan waktu pengerjaan. Namun, seluruh ketentuan tersebut tampaknya diabaikan dengan sengaja.
Kekacauan Teknis yang Mengerikan di lapangan, kualitas pekerjaan tampak benar-benar dipertanyakan. Beton tidak diratakan dengan teknik profesional, material berhamburan tanpa penataan, dan tidak ada tanda-tanda adanya pengawasan teknis. Situasi ini bukan hanya menunjukkan kecerobohan, tetapi juga mengarah pada dugaan kuat bahwa proyek tersebut dikerjakan asal jadi, tanpa perencanaan dan perhitungan teknis yang memadai.
Sejumlah warga yang melihat langsung proses pembangunan ini tidak bisa lagi menahan kemarahannya. Mereka menilai proyek tersebut bukan sekadar asal-asalan, tetapi sudah berada pada level membahayakan dan melecehkan akal sehat publik.
“Ini proyek kok kayak kerja bakti tepi kali? Nggak ada SOP, nggak ada APD, papan proyek juga hilang entah ke mana. Ini jelas-jelas meremehkan keselamatan dan merugikan masyarakat,” ujar Slamet, warga setempat, dengan nada kesal.
Warga lain, Suryani, bahkan menilai proyek tersebut seperti sengaja ditutup-tutupi.
“Kalau proyeknya benar dan resmi, pasti ada papan anggarannya. Ini disembunyikan. Jangan-jangan ada yang nggak beres,” tegasnya.
Absennya pengawas lapangan membuat dugaan makin kuat bahwa proyek ini berjalan tanpa kontrol. Padahal, menurut Peraturan Menteri PUPR Nomor 14/PRT/M/2020, setiap pekerjaan konstruksi wajib berada di bawah pengawasan teknis untuk menjamin kualitas dan keamanan.
Namun di lokasi, negara seolah tidak hadir. Yang terlihat hanya pekerja yang kerja serampangan tanpa perlindungan diri dan tanpa standar teknis.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak desa maupun dinas terkait belum memberikan penjelasan apa pun. Diamnya pihak berwenang hanya memperkuat dugaan publik bahwa ada ketidakberesan yang sengaja ditutup-tutupi.
Warga berharap pemerintah bertindak sebelum kualitas jalan runtuh dan uang negara menguap sia-sia.
“Kalau dibiarkan, jalan ini paling umur tiga bulan sudah retak. Duit rakyat hilang, keselamatan pun terancam. Harus ada tindakan tegas sebelum lebih parah,” ujar Slamet menambahkan.
Penulis : Taufik









