Klarifikasi Kepala Desa Sukorejo Dinilai Palsu: “Minta Maaf Tapi Masih Menyalahkan Wartawan

Berita Utama1 Dilihat
banner 468x60

Nganjuk – Drama soal Kepala Desa Sukorejo, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk, Sutrisno, belum mereda. Alih-alih meredakan ketegangan, video klarifikasinya yang diunggah oleh detikzone.id justru membuat publik semakin muak. Dalam video tersebut, Sutrisno memang mengucapkan permintaan maaf secara lahir batin terkait pernyataannya yang sempat viral—mengajak seluruh kepala desa se-Kabupaten Nganjuk untuk “menggebuki” wartawan dan LSM luar kota yang dianggap melakukan pemerasan.

Namun, permintaan maaf itu tidak datang dengan keikhlasan. Sutrisno masih menyelipkan alasan, menyebut pernyataannya dipicu oleh kasus pemerasan yang menimpa salah satu Kepala Desa di kabupaten Nganjuk. Bukannya meredam, justru dalih itu dianggap publik sebagai pembenaran, bahkan bentuk pengalihan isu dari dugaan penyimpangan anggaran di desa.

banner 336x280

Banyak pihak menilai permintaan maaf Sutrisno tidak tulus. Netizen bahkan melontarkan kalimat pedas: “Kalau bersih kenapa risih, kalau kotor kenapa jadi provokator?” mungkin kata tersebut yang pantas disandang oleh oknum Kepala Desa yang melakukan penyelewengan anggaran Desa

Seorang wartawan lokal Nganjuk, yang tidak mau disebut namanya juga turut geram dengan pernyataan Sutrisno, wartawan tersebut mengatakan, “Kami ini bekerja dengan kode etik jurnalistik, bukan premanisme. Kalau memang ada temuan, ya klarifikasi dengan data. Jangan malah ngajak gebuki wartawan. Itu namanya arogansi kekuasaan.”

Hal senada juga disampaikan oleh salah satu aktivis LSM dari Surabaya yang sering mendampingi kasus-kasus dugaan penyimpangan di desa. Menurutnya, klarifikasi Sutrisno hanya semakin memperlihatkan wajah aslinya.
“Permintaan maaf yang masih menyalahkan pihak lain itu bukan permintaan maaf, tapi tameng. Ada aroma kuat bahwa pernyataannya kemarin keluar karena panik dengan temuan wartawan di lapangan. Kalau tidak ada yang disembunyikan, kenapa harus marah dan ngajak kekerasan?” tegasnya.

Beberapa pakar komunikasi politik menyebut video klarifikasi itu sebagai “racun dalam madu.” Manis di depan kamera, tapi tetap mematikan bagi kepercayaan publik.

“Dia seolah-olah menyesal, tetapi menaruh bumbu menyalahkan pihak lain. Itu bukan strategi komunikasi yang baik. Justru semakin memperdalam persepsi publik bahwa ia sedang menutupi sesuatu,” terangnya

Salah satu Tokoh masyarakat Loceret, bahkan secara blak-blakan mengatakan bahwa. “Wong desa desa saja sudah pada ngguyu melihat video tersebut. Dibilang minta maaf, tapi kok ngomongnya muter-muter, masih nyalahke wartawan. Kalau benar lurus, tinggal tunjukkan data. Lha kok malah ngajak tawuran,” sindirnya.

Publik kini menyorot balik ke kasus yang sempat memicu keributan awal: dugaan penyelewengan anggaran. Beberapa wartawan sebelumnya dikabarkan menemukan kejanggalan dalam pengelolaan dana desa. Alih-alih menjawab dengan transparansi, tapi Kepala Desa justru menyebutkan Nominal sebagai cara berdamai dan tentu saja agar temuan wartawan tersebut tidak di beritakan.

Seorang aktivis dari LSM dari Surabaya menyebutkan,  “Ini kasus klasik: begitu wartawan temukan sesuatu, pejabat panik, lalu main intimidasi. Kalau dibiarkan, akan jadi preseden buruk. Bukan hanya soal Sutrisno, tapi ini bisa jadi budaya baru: siapa pun yang dikritik wartawan, lalu balasannya adalah ancaman kekerasan.”

Kini, masyarakat menunggu langkah tegas aparat penegak hukum. Apakah ucapan Sutrisno akan dianggap sekadar ‘salah bicara’, atau justru menjadi pintu masuk untuk membongkar dugaan pelanggaran lebih besar di kabupaten Nganjuk ?

Kasus ini menjadi tamparan keras bagi citra kepala desa se-Nganjuk. Dari sosok pemimpin yang seharusnya menjadi teladan, Sutrisno justru tampil sebagai provokator. Permintaan maafnya gagal total, karena publik semakin yakin ada sesuatu yang busuk di balik kata-kata manisnya.

Kini, pertanyaan besar menggantung: akankah kasus ini berhenti di “maaf lahir batin,” atau justru berkembang menjadi investigasi besar atas dugaan penyelewengan dana desa?

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *