Wabup Sidoarjo Geram, Mutasi Pejabat Diduga Abaikan Prosedur dan Hukum

Berita Utama1 Dilihat
banner 468x60

Sidoarjo || Gemparnews.id –

Ketidakhadiran Wakil Bupati (Wabup) Sidoarjo, Hj. Mimik Idayana, dalam prosesi pelantikan dan mutasi jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, Kamis (17/9/2025), akhirnya terungkap.

banner 336x280

Ditemui di rumah dinasnya, Wabup Mimik Idayana menegaskan bahwa pelantikan yang digelar Bupati Sidoarjo cacat prosedural dan mekanisme. Bahkan, ia menduga terdapat tindakan yang berpotensi melawan hukum.

“Sebagai pengarah dua tim penilai kinerja (TPK) pegawai negeri sipil, saya sama sekali tidak pernah menerima laporan terkait hasil penilaian pejabat yang dimutasi,” ungkap Mimik.

Ia menambahkan, dirinya sudah mengirimkan surat resmi permintaan progres kinerja dari TPK, namun hingga pelantikan digelar, laporan itu tak kunjung disampaikan. Akibatnya, masukan Wabup terkait nama-nama pejabat yang digeser, baik di level eselon II maupun III, sama sekali tidak diakomodir.

“Saya tidak tahu siapa saja pejabat yang dimutasi hari ini. Justru saya tahunya dari rekan-rekan media,” tegasnya.

Lebih jauh, Wabup juga mengaku semakin kecewa lantaran permintaan investigasinya terkait dugaan penyalahgunaan kewenangan oleh staf pribadi (spri) bupati belum mendapat tanggapan. Spri bupati disebut mengambil secara paksa tugas dan kewenangan pengelolaan teknologi informasi di BKD Sidoarjo.

“Jawaban investigasi belum ada, tapi mutasi sudah dipaksakan jalan,” keluh Wabup dengan nada kesal.

Sementara itu, pakar pemerintahan dari Universitas Airlangga, Dr. Arif Santoso, menilai bahwa setiap pelantikan pejabat di lingkungan pemerintahan wajib mengacu pada hasil penilaian TPK dan melibatkan unsur pimpinan daerah, termasuk wakil bupati.

“Jika mekanisme itu diabaikan, maka proses mutasi bisa dinyatakan cacat hukum dan rawan digugat. Apalagi bila ada indikasi pengabaian kewenangan pejabat yang secara regulasi wajib dilibatkan,” jelas Arif.

Menurutnya, peran Wabup sebagai pengarah TPK tidak bisa dipandang sebelah mata. “Transparansi dan akuntabilitas adalah prinsip utama dalam mutasi jabatan. Tanpa itu, mutasi justru berpotensi menimbulkan konflik birokrasi dan melemahkan kinerja pemerintahan daerah,” tandasnya.

Sejumlah pengamat politik lokal menilai polemik ini bisa berujung pada langkah hukum maupun pengawasan politik di DPRD Sidoarjo. “Jika benar prosedur dilanggar, maka jalur hukum bisa ditempuh, baik melalui PTUN maupun rekomendasi DPRD. DPRD juga memiliki fungsi pengawasan yang bisa digunakan untuk memanggil bupati guna dimintai klarifikasi,” pungkas Arif.

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *