Dugaan Penggelapan Alat Hibah Pertanian di Lamongan: Skandal Miliaran Rupiah yang Siap Dibawa ke KPK

Berita Utama2 Dilihat
banner 468x60

Lamongan || Gemparnews.id –

Kabupaten Lamongan kembali diguncang isu korupsi menyusul terkuaknya dugaan penggelapan alat hibah pertanian dari Kementerian Pertanian yang diduga melibatkan pejabat Dinas Pertanian Lamongan. Kasus ini bukan sekadar kelalaian administrasi, tetapi mengarah pada dugaan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara dan menyengsarakan petani kecil.

banner 336x280

Awal Mula Kasus: Alat Canggih Pindad yang Hilang Jejak

Pada 14 Maret 2021, Dinas Pertanian Lamongan menerima satu unit alat produksi pertanian berteknologi tinggi buatan Pindad dengan kode PR 1800 senilai sekitar Rp 200 juta. Alat tersebut sejatinya ditujukan untuk meningkatkan produktivitas pertanian, khususnya jagung, di Lamongan. Namun, harapan petani untuk mendapat manfaat dari hibah ini pupus dalam sekejap.

Hanya dalam waktu singkat, alat yang semestinya digunakan untuk mendukung ketahanan pangan itu raib dari gudang dinas. Kejanggalan semakin mencuat ketika alat tersebut ditemukan di Kabupaten Jombang, diduga telah berpindah tangan melalui praktik penggadaian. Temuan ini memantik gelombang kemarahan dan pertanyaan publik: bagaimana alat bantuan pemerintah bisa begitu mudah hilang dan berpindah kepemilikan?

Nama Pejabat Mulai Disebut

Dalam proses penelusuran, nama Kabid Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Dinas Pertanian Lamongan periode 2021–2022, Hartiwi Sisri Utami, mencuat sebagai pihak yang bertanggung jawab. Seorang sumber internal dinas yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan, “Waktu itu yang mengurusinya Bu Tiwi sendiri. Ada nama lain, ‘Nana’, yang disebut-sebut ikut mengambil alat itu.”

Pengakuan ini menambah kuat dugaan bahwa ada pihak berwenang yang mengetahui dan bahkan diduga mengatur proses keluarnya alat hibah dari gudang dinas.

Misteri Nama Santoso dan Alat yang ‘Nyasar’ ke Jombang

Lebih mengejutkan lagi, catatan dinas menunjukkan bahwa pada 14 April 2021, alat tersebut resmi keluar dari gudang dengan penerima yang tercatat bernama “Santoso”. Namun, hingga kini, siapa Santoso sebenarnya dan apa keterkaitannya dengan Dinas Pertanian Lamongan masih menjadi misteri.

Fakta bahwa alat bantuan untuk Lamongan bisa sampai ke Jombang memperkuat dugaan adanya rekayasa distribusi dan penyalahgunaan wewenang. Apakah Santoso hanyalah pion, atau ada aktor yang lebih besar di balik skandal ini?

Investigasi Mandek di Kepolisian

Kabid IWO Indonesia yang melakukan penelusuran menyatakan telah mengumpulkan bukti dan data yang cukup signifikan. “Kami sudah mencari bukti-bukti, bahkan dua lemari diacak-acak untuk mencari dokumen terkait alat hibah tersebut. Kasus ini sebenarnya sudah dilaporkan ke Polres Lamongan, tetapi hingga kini belum ada tindak lanjut penyelidikan,” tegasnya.

Kondisi ini menimbulkan pertanyaan publik terkait keseriusan aparat penegak hukum di tingkat daerah. Mengapa laporan yang menyangkut aset negara dengan nilai ratusan juta rupiah tidak segera ditindaklanjuti?

Potensi Korupsi dan Ancaman Pidana

Jika benar alat hibah yang seharusnya menjadi hak petani telah digadaikan, maka kasus ini masuk dalam kategori tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kerugian negara dapat diancam hukuman penjara minimal 4 tahun dan denda hingga Rp 1 miliar.

Selain itu, praktik semacam ini mencederai upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan petani. Hibah yang diharapkan menjadi motor penggerak produktivitas justru berubah menjadi alat kepentingan segelintir pihak.

Desakan Publik: Bawa ke KPK

Skandal ini memantik gelombang desakan dari berbagai pihak agar kasus tersebut dibawa ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Publik menilai kasus ini terlalu besar dan sensitif untuk hanya ditangani di tingkat kepolisian daerah, apalagi jika ada dugaan intervensi atau konflik kepentingan di lingkup lokal.

“Kita menuntut transparansi dan keadilan. Ini bukan sekadar barang hilang, ini soal nasib petani dan uang rakyat yang digelapkan. KPK harus turun tangan agar tidak ada pihak yang kebal hukum,” ujar salah satu tokoh masyarakat Lamongan.

Arah Penyelidikan Selanjutnya

Masyarakat Lamongan kini menunggu langkah konkret aparat penegak hukum, baik Kejaksaan, Kepolisian, maupun KPK. Pertanyaan mendasar tetap menggantung:

Siapa sebenarnya “Santoso”?

Benarkah ada praktik penggadaian alat bantuan negara?

Apakah ada jaringan yang lebih luas di balik hilangnya alat hibah ini?

Kasus ini tidak hanya menjadi cerminan lemahnya pengawasan distribusi bantuan pemerintah, tetapi juga mengingatkan publik bahwa praktik korupsi dapat terjadi bahkan pada program yang langsung menyentuh kebutuhan dasar rakyat.

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *