Gresik || Gemparnews.id – Di tengah kesulitan petani mempertahankan hasil panen yang terus menurun, muncul ironi yang menyakitkan. Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Karangan Kidul, Kecamatan Benjeng, Gresik, diduga tega menjual pupuk bersubsidi jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang telah ditetapkan pemerintah.
Beberapa petani mengaku harus membayar pupuk urea hingga Rp150 ribu per sak (50 kg), padahal pemerintah hanya menetapkan harga Rp2.250/kg atau Rp112.500 per sak.
“Kami sudah kesulitan karena hasil panen tidak seberapa, sekarang harga pupuk juga dinaikkan melebihi harga resmi. Ini sangat memberatkan kami,” keluh seorang petani yang enggan disebut namanya, suaranya bergetar di antara rasa kecewa dan marah.
Saat dicari ke rumahnya, Ketua Gapoktan Karangan Kidul, Anam, tidak berada di tempat. Kepala Desa Karangan Kidul, Sadi, bahkan mengarahkan awak media untuk menghubungi Sekretaris Desa terlebih dahulu, seolah ada “tembok birokrasi” yang harus dilalui untuk sekadar meminta klarifikasi.
Ketika akhirnya ditemui, Anam malah berkilah. Ia menyebut harga pupuk yang dijual pihaknya bukan Rp150 ribu, tetapi Rp135 ribu per sak, dan berdalih harga itu sudah menjadi “standar” di seluruh desa di Kecamatan Benjeng.”Bukan Rp150 ribu, tapi Rp135 ribu. Semua desa juga segitu. Petani itu salah,” katanya ketus.
Namun, angka Rp135 ribu itu tetap lebih mahal Rp22.500 per sak dari harga resmi yang ditetapkan pemerintah. Dengan volume penjualan mencapai 10 ton pupuk, selisih harga tersebut berarti keuntungan yang menggiurkan—dan dibebankan langsung ke pundak petani yang seharusnya dilindungi oleh program subsidi.
Padahal, Menteri Pertanian melalui Keputusan No. 644/KPTS/SR.310/M/11/2024 yang berlaku sejak 1 Januari 2025, telah menetapkan harga resmi pupuk bersubsidi : Pupuk organik: Rp800/kg, Pupuk urea: Rp2.250/kg, Pupuk NPK: Rp2.300/kg, Pupuk NPK khusus kakao: Rp3.300/kg
Jelas bahwa harga Rp135 ribu per sak (50 kg) melanggar HET. Praktik ini bukan hanya pelanggaran administratif, tetapi berpotensi masuk ranah pidana karena menyalahgunakan kebijakan subsidi negara.
Ironisnya, Ketua Gapoktan justru menyebut praktik menaikkan harga ini sudah lazim di semua desa di Kecamatan Benjeng. Jika benar, maka persoalan ini bukan sekadar pelanggaran lokal, tetapi sistemik dan patut ditelusuri oleh aparat penegak hukum.
Hingga berita ini diturunkan, Gapoktan Karangan Kidul belum memberikan pernyataan resmi, sementara petani semakin terjepit di antara harga pupuk yang mencekik dan hasil panen yang tidak seberapa.









